Persaingan di dunia bisnis semakin berat. Terlebih bagi para pengusaha yang malas berinovasi. Pada saat yang sama, para konsumen juga semakin cerdas, sehingga loyalitasnya terhadap suatu produk semakin menurun. Kondisi ini mendorong sebagian pengusaha, terlebih yang mengesampingkan aspek halal-haram, menempuh segala macam cara. Satu-satunya pertimbangan utama mereka ialah berhasil mengeruk keuntungan sebesar mungkin. Di antara trik nakal pengusaha dalam pemasaran ialah dengan menggunakan kata-kata bombastis yang membuai konsumen. Betapa banyak perusahaan yang secara sepihak membuat klaim menyesatkan. Semisal slogan “Produk No 1” atau “Paling Murah”.
Klaim sepihak sebagaimana contoh dapat dipastikan palsu alias penipuan. Sebagai konsumen cerdas, Anda pasti menyadari bahwa untuk dapat membuat klaim seperti itu membutuhkan riset dan studi banding terhadap produk lain. Dan untuk melakukannya membutuhkan waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit, yang dapat membebani atau bahkan merugikan perusahaan. Terlebih bila perusahaan mengetahui bahwa klaim-klaim itu tidak akan ada yang menggugat atau menyoal akurasinya. Klaim sepihak semacam itu melanggar syariat karena nyata-nyata mengandung unsur dusta dan penipuan.
“Kedua orang yang terlibat akad jualbeli masing-masing memiliki hak pilih untuk membatalkan akadnya, selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan transparan, maka perniagaan mereka diberkahi, namun bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya keberkahan penjualannya dihapuskan.” (Muttafaqun ‘alaih)
Hadis tersebut memberikan penekanan bahwa dusta diharamkan walau dapat mewujudkan keuntungan dalam perniagaan.
Suatu hari Imam Auza’i, ketika keluar dari salah satu masjid di kota Beirut, di luar masjid mendapati seorang pedagang bawang merah yang dalam bahasa Arab disebut bashal. Imam Auza’i terkejut karena mendengar propaganda pedagang untuk memasarkan bawang merahnya. Dengan suara lantang, pedagang itu berpromosi: “Duhai bawang yang lebih manis dibanding madu.”
Spontan Imam Al Auza’i berkata, “Subhanallah! Mungkinkah pedagang ini mengira bahwa ada dusta yang dibolehkan? Nampaknya pedagang ini meyakini bahwa dirinya bebas melakukan kedustaan.” (Al- Bidayah wa An-Nihayah oleh Ibnu Katsir, 10/119)
Dusta klaim sepihak semacam itu kini telah diketahui konsumen, karena dilakukan kepada semua produk. Kesadaran konsumen menjadikan klaim “nomor satu” terasa hambar, tidak cukup ampuh untuk mendongkrak penjualan. Fakta ini mendorong sebagian pengusaha melangkah lebih jauh kenakalannya. Guna mengembalikan keampuhan klaim “nomor satu”, mereka membubuhkan amunisi baru berupa “kampanye hitam” yang ditujukan kepada produk kompetitornya.
Mereka berusaha mengesankan kepada konsumen bahwa produk kompetitornya buruk, mahal, dan tidak bermutu.
Amunisi pemasaran itu menambah tingkat dusta mereka dalam pemasaran. Betapa tidak. Klaim-klaim itu mereka lontarkan saat orang-orang telah membuktikan bahwa kebanyakan produk sejenis sering memiliki fungsi dan mutu yang sama, atau paling kurang menyerupai. Dengan demikian, fenomena ini selain membuktikan adanya praktek dusta dalam kiat pemasaran, juga membuktikan adanya persaingan tidak sehat di antara para pengusaha. Fakta ini menjadi bukti nyata kebenaran sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan kelak pada Hari Kiamat sebagai orang-orang fajir (jahat), kecuali pedagang yang bertakwa kepada Allah, berbuat baik dan berlaku jujur.” (HR. At-Timizy, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani)
Testimoni Figur Publik
Di antara kiat pemasaran yang juga terbukti cukup ampuh ialah dengan memanfaatkan testimoni atau rekomendasi figur publik, semisal bintang film atau tokoh agama. Nama besar atau popularitas figur publik diharapkan mendongkrak popularitas dan mengatrol penjualan produk. Rekomendasi atau testimoni mereka sering hanyalah kontrak yang mereka teken dengan perusahaan tertentu. Padahal kita menyadari rekomendasi, atau yang dalam bahasa agama disebut ”nasihat”, seharusnya dilandasi kejujuran, dan bukan oleh motif keuntungan harta.
Nilai-nilai iman dan kejujuran yang ditanamkan ajaran agama menenmenentang praktek nasihat atau saran berbasis keuntungan harta dan bukan ketulusan batin. Apalagi fakta telah membuktikan bahwa banyak testimoni dalam iklan tidak terbukti alias dusta. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa menipu kami, maka ia tidak termasuk golongan kami.” (HR. Muslim)
Maraknya testimoni berbasis keuntungan yang jauh dari nilai-nilai kejujuran atau nasihat semacam itu adalah bukti nyata rusaknya moral masyarakat. Dan mungkin kondisi inilah yang dimaksudkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sungguh setelah kalian kelak, akan ada generasi yang terbiasa berkhianat dan tidak dapat dipercaya. Mereka mudah bersaksi, padahal mereka tidak diminta untuk bersaksi, dan mereka mudah bernazar, namun ternyata tidak memenuhi nazarnya. Sebagaimana di tengah-tengah mereka banyak ditemukan orang-orang gemuk (karena berlebih-lebihan ketika makan dan minum).” (Muttafaqun ‘alaih)
Memikirkan kondisi semacam itu memang menyedihkan. Namun sebagai orang beriman, kesedihan Anda tidak sepantasnya menyebabkan putus asa dan akhirnya berpangku tangan. Nilai-nilai iman yang tertanam dalam jiwa Anda pastilah mendorong Anda membuat perubahan, paling kurang pada diri Anda dan orang-orang di sekitar Anda. Jadilah teladan yang baik bagi masyarakat dalam kehidupan dunia, termasuk dalam urusan perniagan dan pemasaran.
Semoga bermanfaat untuk memahami berbagai fenomena dunia pemasaran yang terus berkembang.
Wallahu Ta’ala a’alam bisshawab.
Artikel www.PengusahaMuslim.com
Sumber majalah cetak pengusaha muslim Indonesia edisi 34. Informasi berlangganan hubungi http://majalah.pengusahamuslim.com
=========
Jika ada pertanyaan kami anjurkan untuk bergabung di Milis pm-fatwa. Milis ini disediakan khusus untuk mengajukan pertanyaan tentang hukum dan fatwa yang terkait dengan perdagangan (jual beli) dan semua yang terkait dengan masalah ini, seperti hukum jual beli, aqad/perjanjian jual beli, zakat perniagaan, hutang piutang, riba, bank syariah, gaji karyawan, asuransi, dan berbagai masalah agama lainnya.
Untuk bergabung, kirim email kosong ke : [email protected]
Untuk mengirim pertanyaan, kirim email ke : [email protected]